Minggu, 17 Januari 2016

Ayah dan Anak Perempuanya

Kenalin aku Aliyah, perempuan berusia 21 tahun yang berproses menjadi anak perempuan Ayah. Disuatu malam yang dingin dan agak sunyi, aku duduk disamping Ayah. Posisi duduk kami berdua sedikit lucu. Lucu karena kami melakukan gerakan-gerakan yang sama ketika duduk. Misalnya, Ayah yang pastinya menggerakan kaki kiri ketika duduk, itu akupun juga melakukan hal yang sama. Ayah yang terkadang beberapa kali mengupil, akupun juga ternyata melakukannya. Hmm.. Ternyata anak perempuan dan Ayahnya jika bertemu ada banyak kesamaan yang terlihat. Sedikit lucukan? Lanjut lagi Ayah waktu itu sedang sibuk menonton sinetron kesukaannya. Sinetron yang ia tonton cukup tidak sepadan dengan usianya karena sinetron itu bergendre remaja. Tapi apalah kalau sudah terlanjur suka, ayah mah tidak akan mikir-mikir lagi kalau sinetron yang ditontonnya sesuai dengan usianya atau tidak. Mungkin, Ayah pass suka dengan Ibu, ngak pake banyak mikir juga kali yah? Taulah

Kemudian, Ketika Ayah yang lagi asiknya nonton. Aku cuman berfokus pada hp yang kumainkan sambil membuka-buka media sosial. Tidak ada percakapan diantara kami, sepertinya kami hanya sibuk dengan keasyikan kami sendiri. Dalam beberapa menit, sinetron ayah habis. Biasanya, ketika sinetron ayah habis, ia langsung masuk kamar dan istirahat. Tapi, malam ini berbeda. Ayah duduk lebih lama disampingku tanpa mengeluarkan kata-kata dari mulutnya.

Aku yang awalnya sibuk main hp langsung mematikan hp dan menatap ayah. Entah kenapa, hatiku melemah ingin rasanya aku memeluknya, menceritakan segala benakku, keseharianku, tapi aku bukanlah tipe anak yang terbuka dengan orang tua, apalagi kepada Ayah. Kami masih bersama dalam diam dan hening. Seolah-olah kami sudah berbincang lewat hati. Aku melihat ayah, dimatanya sudah banyak pertanyaan-pertanyaan yang ia ingin tanyakan dan tidak hanya itu ada juga banyak nasehat-nasehat yang tentunya ia ingin lontarkan kepadaku.

Aku sebenarnya ingin memulai percakapan dengan Ayah. Tapi, entah kenapa lagi, malam ini hatiku benar-benar melemah. Air mata tiba-tiba terjatuh, aku langsung menghapusnya dan kembali tersenyum menatap Ayah tapi untungnya Ayah kembali melihat kedepan layar tv dan habis itu, aku memulai pembicaraan.
Aku: Ayah…
Ayah: Iya. Kenapa? Ada apa?
Aku: Ayah tidak tidur? Kan sinetronnya udah habis. Kenapa ngak tidur?
Ayah: belum ngantuk nak. Kamu sendiri? Tidur sana.
Aku: (diam sejenak, sambil mikir apa aku cerita saja yah ke Ayah?) *dalam hati.
Malam itu, sungguh sepertinya aku ingin sekali menceritakan semua yang kulalui kepada ayah. Tentang, kuliah, pertemanan, masa depan, pokoknya tentang semuanya. Kecuali, tentang perasaan. Bukanya kenapa-kenapa aku belum berani lihat Ayah cemburu pada laki-laki lain. Kemudian, aku lanjut pembicaran dengan ayah setelah beberapa detik aku tidak menjawab pertanyaannya.
Aku: belum ngantuk Yah. Ayah, aku mau cerita dengan Ayah. Bisaa?
Ayah: tumben mau cerita sama Ayah biasanya di kamar terus mainin hp atau buka leptop…
Mendengar jawaban Ayah seperti itu, rasanya aku ingin nangis karena kenapa, jawaban ayah berisi kekecewaan dan aku baru sadar tentang itu bahwa sepertinya selama ini aku hanya meluangkan waktuku begitu sedikit untuk ayah. Bagaimana tidak. Ayah bekerja dari subuh dan aku masih tidur, lalu pulang sore. sedangkan aku dihari kuliah, aku pergi dari rumah pagi dan tiba dirumah malam dan biasanya aku tiba dirumah ketika ayah sudah istirahat bersama ibu. Paling kalau aku pulang lebih awal, aku cuman ada dikamar saja. Jadi, aku tidak heran jika Sampai-sampai ayah menyindirku dengan berkata seperti itu. Kemudian aku lanjut berbincang

Aku: hhehehe (sambil garuk-garuk kepala) Yahh… Ayah jangan gitulah.
Ayah: Iya..iya. Mau cerita apa?
Aku: aku mau ceritaa tentang kuliahku yah ini hari.
Ayah: sudah tidak perlu kau cerita, ayah sudah tau apa yang kau lakukan di kampus dan bahkan di luar rumah…
Aku: Haaaa… (Aku kaget! Terus tiba-tiba mikir. Jangan-jangan Ayah punya mata-mata diluar. Waduh!) kok ayah tau? Akukan belum pernah cerita sama Ayah!..
Ayah: Iyalah ayah tau. Ayah tau kalau kamu itu lagi belajar di kampus, Ayah tau kamu itu jalan sama siapa hari ini bahkan hari-hari kemarin. Ayah tauu. Hhaha (sedikit tersenyum)
Aku: (masih dalam keadaan penasaran maksud ayah sebenarnya apa? Apa betul ayah punya mata-mata?) emangnya tadi habis kuliah aku kemana yah? Ayah tau? (Mencoba memancing Ayah)
Ayah: hhahaha… Ayah tau dong kamu setelah kuliah ngapain! Dan perginya sama siapa.
Aku: (muka yang bertambah penasaran dan mulai tremor. Soalnya tadi siang aku pulang kuliah agak cepat dan lanjut jalan-jalan bareng teman-teman) ahh ayah ngak taukan? Cuman pura-pura tau? Huuu
Ayah: sini.. Kursinya didempetin ayah akan jelaskan kenapa ayah bisa tau…
Aku: (memindahkan kursi dan meletakkannya lebih dekat dengan ayah) okee sudahh. Ayoo ceritakan! Pasti ayah punya mata-matakan? (Sedikit bercanda tapi dengan muka serius sih)
Ayah: oke ayah ceritakan. Ayah tidak punya mata-mata yang seperti dituduhkan olehmu nak. Ayah punya perasaan dan kepercayaan yang kuberikan sama kamu, sama adik-adikmu juga. Ayah pernah bilangkan sebelum kamu masuk kuliah. Ayah bilang, kamu harus jaga baik-baik dirimu, sebagai perempuan kamu harus mampu menjaga pergaulanmu. Di masa kuliah, kamu akan lebih banyak meluangkan waktumu untuk belajar, berteman, bergaul, dan memilih apa yang kau akan lakukan, serta lebih banyak menyibukkan diri diluar rumah. Ayah sangat paham akan hal itu dan Ayah tidak terlaku khawatir terhadapmu, tentang apa yang kamu lakukan diluar sana. Ayah dan ibu selalu berdoa dan percaya bahwa selama kami mendoakanmu, mendoakan adik-adikmu kepada Allah. Allah akan selalu melindungi kalian dimana saja. Tapi, jujur nak.. Akhir-akhir ini Ayah sedikit kecewa karena kamu terlalu sibuk, sampai-sampai kamu beberapa hari ini jarang berbincang dengan ayah dan ibu. Kita memang bukan tipe keluarga yang selalu menceritakan dan mendengarkan setiap harinya apa yang kamu perbuat, apa yang ayah perbuat, dan apa yang ibu perbuat dikarenakan ayah dan ibu harus beranjak pagi untuk mencari nafkah. Intinya, ayah selalu percaya bahwa yang kau perbuat diluar rumah itu adalah hal-hal yang bermanfaat. Jadi, jangan heran jika Ayah selalu tau apa yang kau perbuat.

Mendengar kata-kata ayah yang begitu menyentuh dan begitu masuk kedalam benakku, seolah-olah pikiranku menuliskan semua kata-kata Ayah. Aku sempat mengeluarkan sedikit air mata yang dengan begitu cepat kuhapus. Begitu banyak harapan, begitu sayangnya ayah kepadaku, kepada adik-adikku meyakinkanku bahwa aku harus terus melangkah, menjadi perempuan kecil yang ayah dambakan dan bisa bermanfaat nantinya. Tutur bahasa dan kata yang Ayah lontarkan kepadaku, membuatku sadar tentang Ayah yang sesungguhnya.

Sehabis percakapan yang singkat namun menyentuh itu. Aku sedikit meletakkan kepalaku dibahu Ayah. Dan mencairkan suasana yang jadi kaku. Aku memulai berbincang dengan topik baru. Topik yang berbau romantis. Ini tentang Ayah dan Ibu. Hhehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar