Kenalin aku Aliyah, perempuan berusia 21 tahun yang berproses menjadi
anak perempuan Ayah. Disuatu malam yang dingin dan agak sunyi, aku
duduk disamping Ayah. Posisi duduk kami berdua sedikit lucu. Lucu karena
kami melakukan gerakan-gerakan yang sama ketika duduk. Misalnya, Ayah
yang pastinya menggerakan kaki kiri ketika duduk, itu akupun juga
melakukan hal yang sama. Ayah yang terkadang beberapa kali mengupil,
akupun juga ternyata melakukannya. Hmm.. Ternyata anak perempuan dan
Ayahnya jika bertemu ada banyak kesamaan yang terlihat. Sedikit lucukan?
Lanjut lagi Ayah waktu itu sedang sibuk menonton sinetron kesukaannya.
Sinetron yang ia tonton cukup tidak sepadan dengan usianya karena
sinetron itu bergendre remaja. Tapi apalah kalau sudah terlanjur suka,
ayah mah tidak akan mikir-mikir lagi kalau sinetron yang ditontonnya
sesuai dengan usianya atau tidak. Mungkin, Ayah pass suka dengan Ibu,
ngak pake banyak mikir juga kali yah? Taulah
Kemudian, Ketika Ayah yang lagi asiknya nonton. Aku cuman berfokus
pada hp yang kumainkan sambil membuka-buka media sosial. Tidak ada
percakapan diantara kami, sepertinya kami hanya sibuk dengan keasyikan
kami sendiri. Dalam beberapa menit, sinetron ayah habis. Biasanya,
ketika sinetron ayah habis, ia langsung masuk kamar dan istirahat. Tapi,
malam ini berbeda. Ayah duduk lebih lama disampingku tanpa mengeluarkan
kata-kata dari mulutnya.
Aku yang awalnya sibuk main hp langsung mematikan hp dan menatap
ayah. Entah kenapa, hatiku melemah ingin rasanya aku memeluknya,
menceritakan segala benakku, keseharianku, tapi aku bukanlah tipe anak
yang terbuka dengan orang tua, apalagi kepada Ayah. Kami masih bersama
dalam diam dan hening. Seolah-olah kami sudah berbincang lewat hati. Aku
melihat ayah, dimatanya sudah banyak pertanyaan-pertanyaan yang ia
ingin tanyakan dan tidak hanya itu ada juga banyak nasehat-nasehat yang
tentunya ia ingin lontarkan kepadaku.
Aku sebenarnya ingin memulai percakapan dengan Ayah. Tapi, entah
kenapa lagi, malam ini hatiku benar-benar melemah. Air mata tiba-tiba
terjatuh, aku langsung menghapusnya dan kembali tersenyum menatap Ayah
tapi untungnya Ayah kembali melihat kedepan layar tv dan habis itu, aku
memulai pembicaraan.
Aku: Ayah…
Ayah: Iya. Kenapa? Ada apa?
Aku: Ayah tidak tidur? Kan sinetronnya udah habis. Kenapa ngak tidur?
Ayah: belum ngantuk nak. Kamu sendiri? Tidur sana.
Aku: (diam sejenak, sambil mikir apa aku cerita saja yah ke Ayah?) *dalam hati.
Malam itu, sungguh sepertinya aku ingin sekali menceritakan semua
yang kulalui kepada ayah. Tentang, kuliah, pertemanan, masa depan,
pokoknya tentang semuanya. Kecuali, tentang perasaan. Bukanya
kenapa-kenapa aku belum berani lihat Ayah cemburu pada laki-laki lain.
Kemudian, aku lanjut pembicaran dengan ayah setelah beberapa detik aku
tidak menjawab pertanyaannya.
Aku: belum ngantuk Yah. Ayah, aku mau cerita dengan Ayah. Bisaa?
Ayah: tumben mau cerita sama Ayah biasanya di kamar terus mainin hp atau buka leptop…
Mendengar jawaban Ayah seperti itu, rasanya aku ingin nangis karena
kenapa, jawaban ayah berisi kekecewaan dan aku baru sadar tentang itu
bahwa sepertinya selama ini aku hanya meluangkan waktuku begitu sedikit
untuk ayah. Bagaimana tidak. Ayah bekerja dari subuh dan aku masih
tidur, lalu pulang sore. sedangkan aku dihari kuliah, aku pergi dari
rumah pagi dan tiba dirumah malam dan biasanya aku tiba dirumah ketika
ayah sudah istirahat bersama ibu. Paling kalau aku pulang lebih awal,
aku cuman ada dikamar saja. Jadi, aku tidak heran jika Sampai-sampai
ayah menyindirku dengan berkata seperti itu. Kemudian aku lanjut
berbincang
Aku: hhehehe (sambil garuk-garuk kepala) Yahh… Ayah jangan gitulah.
Ayah: Iya..iya. Mau cerita apa?
Aku: aku mau ceritaa tentang kuliahku yah ini hari.
Ayah: sudah tidak perlu kau cerita, ayah sudah tau apa yang kau lakukan di kampus dan bahkan di luar rumah…
Aku: Haaaa… (Aku kaget! Terus tiba-tiba mikir. Jangan-jangan Ayah punya
mata-mata diluar. Waduh!) kok ayah tau? Akukan belum pernah cerita sama
Ayah!..
Ayah: Iyalah ayah tau. Ayah tau kalau kamu itu lagi belajar di kampus,
Ayah tau kamu itu jalan sama siapa hari ini bahkan hari-hari kemarin.
Ayah tauu. Hhaha (sedikit tersenyum)
Aku: (masih dalam keadaan penasaran maksud ayah sebenarnya apa? Apa
betul ayah punya mata-mata?) emangnya tadi habis kuliah aku kemana yah?
Ayah tau? (Mencoba memancing Ayah)
Ayah: hhahaha… Ayah tau dong kamu setelah kuliah ngapain! Dan perginya sama siapa.
Aku: (muka yang bertambah penasaran dan mulai tremor. Soalnya tadi siang
aku pulang kuliah agak cepat dan lanjut jalan-jalan bareng teman-teman)
ahh ayah ngak taukan? Cuman pura-pura tau? Huuu
Ayah: sini.. Kursinya didempetin ayah akan jelaskan kenapa ayah bisa tau…
Aku: (memindahkan kursi dan meletakkannya lebih dekat dengan ayah) okee
sudahh. Ayoo ceritakan! Pasti ayah punya mata-matakan? (Sedikit bercanda
tapi dengan muka serius sih)
Ayah: oke ayah ceritakan. Ayah tidak punya mata-mata yang seperti
dituduhkan olehmu nak. Ayah punya perasaan dan kepercayaan yang
kuberikan sama kamu, sama adik-adikmu juga. Ayah pernah bilangkan
sebelum kamu masuk kuliah. Ayah bilang, kamu harus jaga baik-baik
dirimu, sebagai perempuan kamu harus mampu menjaga pergaulanmu. Di masa
kuliah, kamu akan lebih banyak meluangkan waktumu untuk belajar,
berteman, bergaul, dan memilih apa yang kau akan lakukan, serta lebih
banyak menyibukkan diri diluar rumah. Ayah sangat paham akan hal itu dan
Ayah tidak terlaku khawatir terhadapmu, tentang apa yang kamu lakukan
diluar sana. Ayah dan ibu selalu berdoa dan percaya bahwa selama kami
mendoakanmu, mendoakan adik-adikmu kepada Allah. Allah akan selalu
melindungi kalian dimana saja. Tapi, jujur nak.. Akhir-akhir ini Ayah
sedikit kecewa karena kamu terlalu sibuk, sampai-sampai kamu beberapa
hari ini jarang berbincang dengan ayah dan ibu. Kita memang bukan tipe
keluarga yang selalu menceritakan dan mendengarkan setiap harinya apa
yang kamu perbuat, apa yang ayah perbuat, dan apa yang ibu perbuat
dikarenakan ayah dan ibu harus beranjak pagi untuk mencari nafkah.
Intinya, ayah selalu percaya bahwa yang kau perbuat diluar rumah itu
adalah hal-hal yang bermanfaat. Jadi, jangan heran jika Ayah selalu tau
apa yang kau perbuat.
Mendengar kata-kata ayah yang begitu menyentuh dan begitu masuk
kedalam benakku, seolah-olah pikiranku menuliskan semua kata-kata Ayah.
Aku sempat mengeluarkan sedikit air mata yang dengan begitu cepat
kuhapus. Begitu banyak harapan, begitu sayangnya ayah kepadaku, kepada
adik-adikku meyakinkanku bahwa aku harus terus melangkah, menjadi
perempuan kecil yang ayah dambakan dan bisa bermanfaat nantinya. Tutur
bahasa dan kata yang Ayah lontarkan kepadaku, membuatku sadar tentang
Ayah yang sesungguhnya.
Sehabis percakapan yang singkat namun menyentuh itu. Aku sedikit
meletakkan kepalaku dibahu Ayah. Dan mencairkan suasana yang jadi kaku.
Aku memulai berbincang dengan topik baru. Topik yang berbau romantis.
Ini tentang Ayah dan Ibu. Hhehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar